26/06/14

Dunia tak berakhir setelah Pilpres keleuss

Melihat fenomena yang sedang marak di bumi nusantara belakangan ini memang sungguh menarik, euforia yang sangat besar berkaitan dengan pilpres yang akan di selenggarakan pada tanggal 9 juli nanti sungguh besar terutama di jagat maya. Hal ini terjadi mungkin karena banyak pemilih baru yang berumur muda relatif sangat aktif di media sosial.

Besarnya euforia pilpres yang bahkan tidak kalah dari euforia milik piala dunia tentunya merupakan kebanggaan tersendiri bagi ibu pertiwi. Karena euforia besar sama dengan tingkat kepedulian yang besar juga. Bangga kan memiliki pemuda-pemudi yang peduli dengan bangsa sendiri?.

Tapi seperti semua yang telah terjadi, nilai plus pasti punya nilai minus, yin pasti punya yang, baik pasti punya buruk. Kebanggaan itu kali ini harus di seimbangkan oleh fanatisme, yang merupakan musuh besar dari cinta. Fanatisme yang merupakan cinta yang 'berlebih' kali ini terlihat di status-status sosial media yang kebanyakan ditulis oleh orang muda.

Tidak sedikit dari teman-teman kita yang belakangan ini berubah, tidak lepas gitu kalo lagi ketemu, gak biasa gimana gitu. Hal ini terjadi karena mungkin sebelumnya berdebat di status tentang siapa yang lebih buruk. Ya, minor sekali suara mereka yang berdebat tentang siapa yang lebih baik, kedua belah pihak memilih untuk saling menjatuhkan daripada menaikan reputasi kebaikan capres & cawapres yang dipilih.

Sampai saat ini, saya masih gelisah tentang pilpres ini. Jujur saja, mayoritas 75% pikiran saya belakangan ini memang memikirkan dan menganalisa (20% mikirin utang, 5% lagi kamu gak usah tau lah haha) siapa yang akan saya pilih nanti, namun saya belum memutuskan siapa capres yang akan saya pilih. Sempat beberapa kali putus asa, mungkin saya akan ngikuti anjuran guru besar mbah Sujiwo Tejo yang akan membiarkan Tuhan membimbing pikiran dan tangan saya di ruang colok nanti. Belakangan saya memang cari inspirasi dari sepak terjang beliau, love that guy.

Anyway, kembali ke bahasan awal, yang bikin saya resah ini memang para timses nya, pendukungnya. Bayangkan, home feed facebook dan timeline twitter saya sedikit scroll pasti ada yang sedang melakukan propaganda atau sekedar debat saling menjatuhi, walau di antaranya ada yang tetap melakukan kampanye dengan baik, namun sangat sedikit. Dengar cerita beberapa teman bahkan ada yang sampai bertengkar dan saling bermusuhan. Ironis.

Yang saya coba ingin ingatkan kepada teman-teman yang baca ide ini dan mudah-mudahan bisa di sebarin ide-nya ke teman-teman lainnya adalah, Dunia tak berakhir setelah Pilpres le'.

Ya! dibanding terus berdebat tentang siapa yang paling buruk coba tambahkan 1 pertanyaan ini ke diskusi-diskusi kamu, setuju gak untuk berhenti merengek dan mendukung sampai akhir siapapun capres-cawapres yang terpilih untuk menjadi karyawan nomor 1 di Indonesia ini nanti. Ya, karena dunia tidak berakhir setelah Pilpres. Perjuangan sebenarnya akan dimulai setelah pilpres. Dukungan, kritikan, pujian, dan apapun yang bersifat positif harus terus kita berikan kepada karyawan nomor 1 negara ini nantinya, karena kita sebagai rakyat, sebagai bos yang baik harus terus peduli kan dengan bangsa ini? seperti yang sudah saya tulis di paragraf kedua tadi.

Jadi intinya kepedulian merupakan sikap yang kalo bisa jangan berujung, seperti harapan dan cita.Perjuangan yang sebenarnya sudah kita mulai sejak negara ini berdiri sampai nanti, sampai Tuhan mematikan semuanya. Dan harapan dan kepedulian yang baru bisa kita mulai setelah pilpres nanti. Tidak ada salahnya diskusi sana sini untuk menambah pengetahuan dan memberi masukan, namun jangan sampai itu semua jadi bumerang yang memakan tuannya sendiri, hanya karena cinta yang berlebih, hanya karena fanatisme. Karena dunia tak berakhir setelah Pilpres keleuss..

Aldy
25 Juni 2014
Dalam gelisah namun pasrah dipelukan Allah SWT.